Beranda » Hukum » Ketidakadilan Berimplikasi Banyak
Rabu, 01 Desember 2021 - 14:05:38 WIB
Ketidakadilan Berimplikasi Banyak
Diposting oleh :
Harun AR
Kategori:
Hukum
- Dibaca:
274 kali
Ketidakadilan Berimplikasi Banyak
Oleh Dr Masud HMN*)
Isu ingin membubarkan Majelis ulama Indonesia (MUI) bercampur dengan Islamiphobi belakangan ini merupakan sikap prasangka berbaur kebencian terhadap umat Islam. Hal ini masalah besar dan serius dan berimplikasi banyak.Mengapa itu terus terjadi? Hal itu amat terasa masa dua puluh tahun belakangan ini.
Letak soal awal adalah penangkapan beberapa tokoh MUI yang diduga terlibat kegiatan Teroris . Penagkapan itu di kaitkan bahwa MUI menjadi tempat berlindung kaum radikal, kartena itu dibubarkan. Namun karena MUI adalah refsentasi umat Islam Indonesia maka dari tuntutan itu tidak sederhana.Akibatnya bisa berimplikasi banyak.Benarkah itu ?
Ya benar, Mulai dari timbulnya tingkah menjauhi, membenci serta beprasangaka megatif, ketakutan serta mendiskreditkan, memusuhi umat Islam secara tidak adil.Sebab apa jadinya jika umat Islam dimusuhi ?
Dengan masalah esensi Islamiphobi adalah masalah ketidak adilan, membuat kerisauan. Umat Islam mayoritas kok di lakukan tidak adil. Sehingga dikaitkan kerisauan terhadap Islamiphobi dari seorang Muballig kondang Alfian Tanjung yang mengatakan bahwa umat Islam selalu saja dalam posisi disalahkan dan dikalahkan.
Bayangkan kata dia jika umat Islam protes karena Muballig di Bekasi di,gebuk ketika sedang ceramah di masjid Bekasi, dikatakan bahwa orang itu adalah orang sakit jiwa, tanpa keterangan penjelasan lebih lanjut. Umat islam yang protes pada pihak keamanan dikatakan radikal. ( Refly Harun Channel, 5November 2021) Pernyataan Alfian Tanjung itu agaknya benar
Untuk sekadar info ada kesesuaian dengan penelitian De Chelerq 1994 ( Grasindo, Jakarta 1994) memang menemukan hal itu . Ia memghubungkan dengan ide komisi khusus hubungan antar agama di Inggris 1995 yang mempelajari masalah Islamiphobi yang dipandang berbahaya sama seperti faham komunis dan Nazi. (Runnymede Trust,1997)
Alangkah buruknya prasangka dan kebencian itu ditimpakan Padahal umat Islam adalah umat yang ramah, baik budi dan damai. Namun perilakunya demikian itu masih saja dipandang radikal, intoleransi
Ya itulah.Islami phobi demikian selalu dimana mana di identikkan dengan Prasangka radikalisme, intoleransi. dan teroris. Yang tidak lain adalah lebel untuk umat Islam.Sebenarnya tidak tepat. Apa lagi kalau Islam radikal, toleransi, teroris disandarkan dengan pengertian kekerasan penganut agama Islam. Penganut Agama lain tidak.
Nampaknya defenisi Islam radikal itu adalah suka suka. Artinya sangat subjektif dan menjadi monopoli penguasa. Kata Graham E Fuler mantan intelijen Amerika dalam bukunya Wordl without Islam ( Dunia tanpa Islam) , menjelaskan bahwa defenisi islam radikal bersifat politis (Jawa pos. com.17 Januari 2017). Hal itu berbentuk suka suka siapa penguasa waktu itu.Ia menyebut dalam hubungan keb ijakan Presiden Amerika . Radikalisme dalam policy Presiden Barack Obama berbeda dengan Radika lisme Presiden G Bush Begitu juga pandangan Donald Trump
Bagi Graham E Fuller yang lama bertugas sebagai pejabat Central Intelijens Amerika (CIA) di Kabul kini menjadi analis politik Amerika punya pandangan tentang radikalisme Islam tersebut
Ia memaknai radikalisme itu dua kategori.Pertama pelakunya yang melawan hukum dan kedua dari pelaku tindak kekerasan berasal dari penganut agama yang tidak taat penguasa .Dengan kategori demikian unsur utamanya adalah masalah kekerasan, baik melawan hukum (unlaw) atau melawan kemauan penguasa (politis).
Lantas dari sudut pandang fenomena kemaun rezim penguaa lah yang dominan kini .Yaitu mereka dituduh radikal karena tidak mau manut atau mengekor kemauan politis penguasa. Dari patuh pada hukum menjelma menjadi pendukung patuh taat pada oknum siapa yang berkuasa.
Dalam kaitan Islamiphobi dengan politik inilah yang menjadi lebel Islamiphobi untuk liar kemana mana. Penganut agama yang baik dan taat pada agamanya dilabelkan radikal lantaran penguasa tidak berkenan kepadanya.Sebaliknya mereka yang penguasa memusuhi, mengkriminalisasi umat Islam diklaim tidak radikal bahkan mereka dipuji umat yang toleransi.
Inilah kemudian orang taat dibenturkan pada kepentingan politik suka suka penguasa. Kaum yang disukai bila menjilat pada kepentingan rezim. Bukan lagi Penguasa (Raja) alim raja disembah Penguasa (Raja) zalim Raja disanggah.Tapi sebaliknya rezim yang zalim disembah sementara pejuang yang adil bersih tidak ditaati.
Ajaran Islam menggariskan satu keriteria yang jelas dalam sikap hidup. Yaitu symbol sikap hidup yang menyatakan
Isy kariman au Mut Syahidan (hiduplah mulia atau mati syahid)
Hidup mulia adalah hidup dengan nilai taat kepada Allah dalam arti menegakkan prinsip kebenaran yang diajarkan Islam, Inilah simbolik para mujahid Islam warisam masa lampau Seperti jujur,amanah berbuat baik pada sesama. Bila tidak lakukanlah perjuangan dengan kesungguhan biarpun harus mati syahid menegakkan kebenaran tersebut,
Akhirnya keberadaan umat Islam harus berhadapan dengan prinsip lain. Yaitu pembenturan ketaatan pada agama yang benar dengan islamiphobi. Satu dektruksi atau perusakan tujuan dengan tuduhan yang subjektif alias suka suka .
Marilah kita hadapi isu ketidak adilan serta pembubaran MUI dengan sabar dan tawakkal. Bahwa kebenaran pasti tegak dan kebatilan, fitnah, akan kalah.. Umat Islam harus optimis, Tiada putus asa, karena putus asa adalah dosa. Semoga Allah melindungi kita sekalian. Amiin.
Jakarta 30 November 2021
*) Dr Masud HMN adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. Email masud.riau@gmail.com
BERITA TERKAIT